DESA WISATA
TERINTEGRASI MEDIA MASSA
sumber: dokumentasi pribadi
Menikmati keindahan alam melalui Punthuk Mongkrong Desa Giritengah, Borobudur
Pada tahun
2018, beberapa daerah di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah tengah mengembangkan
wisata mandiri dalam bentuk pengembangan desa wisata. Dikelola oleh masyarakat
sekitar dengan dana yang sudah didukung oleh pemerintah membuat bisnis desa
wisata ini terlihat sangat menjanjikan. Di Kecamatan Borobudur saja beberapa CSR (Corporate Social Responsibility) dari
perusahaan dan BUMN besar ikut melirik sektor wisata desa ini.
Beberapa
wisata terdapat di desa dengan daya tarik unik, misalnya dekat dengan sungai,
nuansa taman yang penuh dengan bunga, bentuk miniatur bangunan unik, bahkan
sampai ke wisata bangunan tempo dulu yang tentunya membuat para wisatawan
penasaran dengan hal tersebut. Tempat wisata tersebut rata-rata berada di
pelosok desa yang tentunya membutuhkan akses yang lumayan jauh dari jalan raya,
sehingga warga, pemerintah serta para stakeholder setempat bekerja sama untuk
membangun akses yang lebih memadahi untuk menuju ke tempat-tempat wisata
tersebut, mulai dari perbaikan jalan, pemasangan rambu penunjuk arah, pemberian
penerangan di sepanjang jalan, hingga pemasangan tempat di aplikasi GoogleMaps untuk memudahkan pengunjung
menuju tempat tersebut. Secara tidak langsung, pemberdayaan desa wisata juga
memajukan infrastruktur masyarakat setempat sehingga akses menuju kota/tempat
keramaian menjadi lebih mudah.
Desa wisata
yang dikembangan juga memompa semangat warga lokal untuk berdaya dengan
kreatifitasnya masing-masing. Mulai dari penyediaan jasa di sekitar tempat
wisata, pembuatan makanan sebagai buah tangan, serta berbagai pernak-pernik
khas buatan tangan warga setempat. Tentu saja, bisnis desa wisata ini sangat
menjanjikan bagi kesejahteraan bersama, bagaimana tidak, sebab dengan adanya
desa wisata ini, kemajuan di sektor ekonomi, sosial, bahkan budaya seperti
mengalami akselerasi peningkatan. Kemiskinan dapat terentaskan secara perlahan,
lapangan pekerjaan terbuka lebar, tentu saja hal tersebut dapat meminimalisir
urbanisasi para pemuda desa yang tadinya menyebabkan SDM produktif di desa-desa
menjadi berkurang.
Permasalahannya
kini adalah bagaimana branding yang
baik dan efektif untuk melejitkan wisata desa tersebut? Terletak di daerah
pelosok, susah dijangkau, belum terdengar di kancah nasional sebelumnya, bahkan
dinilai belum menarik, bagaimana cara agar desa wisata yang sudah diberdayakan
tersebut dapat membuat para wisatawan berdatangan? Tentu bukan hal yang mudah,
namun ini adalah sebuah tantangan yang membutuhkan integrasi dari banyak pihak
dan integrasi dengan media massa mengingat dewasa ini adalah era milenial.
Di Kabupaten
Magelang sendiri, beberapa tempat wisata awalnya hanya berupa tempat-tempat
alami yang kebetulan bagus untuk dijadikan tempat berfoto. Maka, warga setempat
membranding tempat-tempat tersebut sebagai tempat yang instagram-able untuk berfoto. Misalnya saja pada Wisata Alam Hutan
Pinus Kragilan yang terletak di Pakis, Kabupaten Magelang, awalnya hanya
mematok biaya parkir sebesar Rp 2000,-. Awalnya hanya hutan seadanya tanpa sentuhan
apapun. Seiring dengan banyak wisatawan yang datang, banyak berfoto dan
memviralkan di media sosial terutama instagram,
jumlah pengunjung hutan pinus tersebut meningkat derastis. Sehingga mau tidak
mau, warga setempat sangat bersemangat dalam memberdayakan tempat wisata
terebut. Dibangunnya spot-spot foto
unik, fasilitas outbond, serta rest area, membuat Wisata Alam Hutan
Pinus Kragilan naik harga dan melejit di kancah nasional.
Berbeda dengan
Wisata Alam Hutan Pinus Kragilan, di Kecamatan Borobudur di samping wisata
Candi Borobudur yang sangat go
international, terdapat wisata unik yang bernama Balkondes (Balai Ekonomi
Desa) yang tersebar sebanyak 16 Balkondes tiap desa di Kecamatan Borobudur.
Balkondes menawarkan pemandangan asri pedesaan Borobudur dengan nuansa bangunan
joglo sebagai tempat beristirahat dan berfoto. Balkondes lebih mengedepankan
pengenalan budaya termasuk ke wisatawan asing. Untuk saat ini biaya berkunjung
di balkondes hanya dikenakan tarif parkir. Pada salah satu balkondes yang
terkenal yaitu Balkondes Ngadiharjo, pengunjung dikenakan biaya Rp 3000,-
sebagai biaya parkir dan mendapatkan gantungan kunci unik buatan masyarakan
setempat. Pengelolaan balkondes secara online pun mulai dirintis, yaitu dengan branding via blog dan beberapa sosial
media. Semua balkondes meski terletak di pelosk Borobudur dapat diakses dengan
mudah karena melalui aplikasi Maps online
sudah terdeteksi.
Lain lagi
dengan wisata alam yang mulai dikelola dengan baik seperti Punthuk Mongkrong yang terletak di Desa Giritengah Kecamatan Borobudur. Hanya bermodal membangun
beberapa tempat berfoto di atas punthuk (sejenis puncak), wisatawan hilir mudik
mengunjungi desa tersebut dan disarankan untuk memfollow akun instagram
Punthuk Mongkrong beserta upload foto
agar tempat tersebut terkenal. Ada juga wisata air water-tubing di Desa Senden Kecamatan Mungkid yang memanfaatkan
sungai di sekitar desa dengan wisata sejenis mini-rafting. Kedua tempat wisata itu merupakan wisata alami desa
yang berada di Kabupaten Magelang dengan pengelolaannya melibatkan pemuda
setempat, dan pemuda zaman now adalah
generasi milenial yang tak lepas dari social
media.
Sudah banyak
bukti kesuksesan desa wisata yang terintegrasi dengan media massa mampu
mendatangkan banyak wisatawan dan menghasilkan income yang cukup tinggi untuk masyarakat setempat, sehingga dengan
pemanfaatan teknologi dalam pemberdayaan masyarakat menjadi suatu hal yang
tidak boleh diabaikan. Teknologi memegang dan menentukan segalanya, namun perlu
diikuti dengan kualitas sumberdaya manusia yang mumpuni. Jika teknologi mampu
membuat manusia berdaya, maka konsekuensinya adalah bagaimana manusia
mempertahankan bahkan meningkatkan esistensi dari apa yang telah dikelola agar
tetap memberikan manfaat. Dalam konteks desa wisata ini yang terpenting adalah
bagaimana masyarakat tetap menjaga esistensi desa wisata, mengingat branding via media massa yang sangat
cepat berubah mode dan kesukaan warganet. Maka masyarakat selain
dituntut untuk menguasai teknologi, juga harus terus berkreasi, dan
mengembangkan jiwa fleksibel yang siap beadaptasi dengan perubahan yang
terjadi.
0 komentar:
Posting Komentar