Rabu, 01 Agustus 2018


DESA WISATA TERINTEGRASI MEDIA MASSA

sumber: dokumentasi pribadi
Menikmati keindahan alam melalui Punthuk Mongkrong Desa Giritengah, Borobudur

Pada tahun 2018, beberapa daerah di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah tengah mengembangkan wisata mandiri dalam bentuk pengembangan desa wisata. Dikelola oleh masyarakat sekitar dengan dana yang sudah didukung oleh pemerintah membuat bisnis desa wisata ini terlihat sangat menjanjikan. Di Kecamatan Borobudur saja beberapa CSR (Corporate Social Responsibility) dari perusahaan dan BUMN besar ikut melirik sektor wisata desa ini.
Beberapa wisata terdapat di desa dengan daya tarik unik, misalnya dekat dengan sungai, nuansa taman yang penuh dengan bunga, bentuk miniatur bangunan unik, bahkan sampai ke wisata bangunan tempo dulu yang tentunya membuat para wisatawan penasaran dengan hal tersebut. Tempat wisata tersebut rata-rata berada di pelosok desa yang tentunya membutuhkan akses yang lumayan jauh dari jalan raya, sehingga warga, pemerintah serta para stakeholder setempat bekerja sama untuk membangun akses yang lebih memadahi untuk menuju ke tempat-tempat wisata tersebut, mulai dari perbaikan jalan, pemasangan rambu penunjuk arah, pemberian penerangan di sepanjang jalan, hingga pemasangan tempat di aplikasi GoogleMaps untuk memudahkan pengunjung menuju tempat tersebut. Secara tidak langsung, pemberdayaan desa wisata juga memajukan infrastruktur masyarakat setempat sehingga akses menuju kota/tempat keramaian menjadi lebih mudah.
Desa wisata yang dikembangan juga memompa semangat warga lokal untuk berdaya dengan kreatifitasnya masing-masing. Mulai dari penyediaan jasa di sekitar tempat wisata, pembuatan makanan sebagai buah tangan, serta berbagai pernak-pernik khas buatan tangan warga setempat. Tentu saja, bisnis desa wisata ini sangat menjanjikan bagi kesejahteraan bersama, bagaimana tidak, sebab dengan adanya desa wisata ini, kemajuan di sektor ekonomi, sosial, bahkan budaya seperti mengalami akselerasi peningkatan. Kemiskinan dapat terentaskan secara perlahan, lapangan pekerjaan terbuka lebar, tentu saja hal tersebut dapat meminimalisir urbanisasi para pemuda desa yang tadinya menyebabkan SDM produktif di desa-desa menjadi berkurang.
Permasalahannya kini adalah bagaimana branding yang baik dan efektif untuk melejitkan wisata desa tersebut? Terletak di daerah pelosok, susah dijangkau, belum terdengar di kancah nasional sebelumnya, bahkan dinilai belum menarik, bagaimana cara agar desa wisata yang sudah diberdayakan tersebut dapat membuat para wisatawan berdatangan? Tentu bukan hal yang mudah, namun ini adalah sebuah tantangan yang membutuhkan integrasi dari banyak pihak dan integrasi dengan media massa mengingat dewasa ini adalah era milenial.
Di Kabupaten Magelang sendiri, beberapa tempat wisata awalnya hanya berupa tempat-tempat alami yang kebetulan bagus untuk dijadikan tempat berfoto. Maka, warga setempat membranding tempat-tempat tersebut sebagai tempat yang instagram-able untuk berfoto. Misalnya saja pada Wisata Alam Hutan Pinus Kragilan yang terletak di Pakis, Kabupaten Magelang, awalnya hanya mematok biaya parkir sebesar Rp 2000,-. Awalnya hanya hutan seadanya tanpa sentuhan apapun. Seiring dengan banyak wisatawan yang datang, banyak berfoto dan memviralkan di media sosial terutama instagram, jumlah pengunjung hutan pinus tersebut meningkat derastis. Sehingga mau tidak mau, warga setempat sangat bersemangat dalam memberdayakan tempat wisata terebut. Dibangunnya spot-spot foto unik, fasilitas outbond, serta rest area, membuat Wisata Alam Hutan Pinus Kragilan naik harga dan melejit di kancah nasional.
Berbeda dengan Wisata Alam Hutan Pinus Kragilan, di Kecamatan Borobudur di samping wisata Candi Borobudur yang sangat go international, terdapat wisata unik yang bernama Balkondes (Balai Ekonomi Desa) yang tersebar sebanyak 16 Balkondes tiap desa di Kecamatan Borobudur. Balkondes menawarkan pemandangan asri pedesaan Borobudur dengan nuansa bangunan joglo sebagai tempat beristirahat dan berfoto. Balkondes lebih mengedepankan pengenalan budaya termasuk ke wisatawan asing. Untuk saat ini biaya berkunjung di balkondes hanya dikenakan tarif parkir. Pada salah satu balkondes yang terkenal yaitu Balkondes Ngadiharjo, pengunjung dikenakan biaya Rp 3000,- sebagai biaya parkir dan mendapatkan gantungan kunci unik buatan masyarakan setempat. Pengelolaan balkondes secara online pun mulai dirintis, yaitu dengan branding via blog dan beberapa sosial media. Semua balkondes meski terletak di pelosk Borobudur dapat diakses dengan mudah karena melalui aplikasi Maps online sudah terdeteksi.
Lain lagi dengan wisata alam yang mulai dikelola dengan baik seperti Punthuk Mongkrong yang terletak di Desa Giritengah Kecamatan Borobudur. Hanya bermodal membangun beberapa tempat berfoto di atas punthuk (sejenis puncak), wisatawan hilir mudik mengunjungi desa tersebut dan disarankan untuk memfollow akun instagram Punthuk Mongkrong beserta upload foto agar tempat tersebut terkenal. Ada juga wisata air water-tubing di Desa Senden Kecamatan Mungkid yang memanfaatkan sungai di sekitar desa dengan wisata sejenis mini-rafting. Kedua tempat wisata itu merupakan wisata alami desa yang berada di Kabupaten Magelang dengan pengelolaannya melibatkan pemuda setempat, dan pemuda zaman now adalah generasi milenial yang tak lepas dari social media.
Sudah banyak bukti kesuksesan desa wisata yang terintegrasi dengan media massa mampu mendatangkan banyak wisatawan dan menghasilkan income yang cukup tinggi untuk masyarakat setempat, sehingga dengan pemanfaatan teknologi dalam pemberdayaan masyarakat menjadi suatu hal yang tidak boleh diabaikan. Teknologi memegang dan menentukan segalanya, namun perlu diikuti dengan kualitas sumberdaya manusia yang mumpuni. Jika teknologi mampu membuat manusia berdaya, maka konsekuensinya adalah bagaimana manusia mempertahankan bahkan meningkatkan esistensi dari apa yang telah dikelola agar tetap memberikan manfaat. Dalam konteks desa wisata ini yang terpenting adalah bagaimana masyarakat tetap menjaga esistensi desa wisata, mengingat branding via media massa yang sangat cepat berubah mode dan kesukaan warganet. Maka masyarakat selain dituntut untuk menguasai teknologi, juga harus terus berkreasi, dan mengembangkan jiwa fleksibel yang siap beadaptasi dengan perubahan yang terjadi.


0 komentar:

Posting Komentar